Abdullah bin Mas’ud mengatakan:
إِذَا كُنْتَ فِيْ خَلْوَتِكَ لَا تَبْكِي عَلَى خَطِيئَتِكَ وَلَا تَتَأَثَّرُ بِتِلَاوَةِ كِتَابِ رَبِّكَ فَاعْلَمْ أَنَّكَ مِسْكِيْنٌ قَدْ كَلَبَتْكَ خَطِيئَتُكَ
“Jika dirimu ketika sepi sendiri tidak bisa menangisi dosa dan emosimu pun tidak terpengaruh oleh bacaan Al-Quran sadarilah bahwa dirimu adalah orang yang patut dikasihani. Dosa-dosa telah membelenggu dirimu.” (Halu as-Salaf ma’al Qur’an hlm 135 Dar al-Hadharah)
Menurut Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibnu Mas’ud ada dua ciri orang yang patut dikasihani:
Pertama:
Orang yang ketika sepi sendiri tidak bisa terkenang dengan dosa-dosanya lantas menangis karenanya.
Kedua:
Orang yang emosinya tidak terpengaruh dengan bacaan al-Quran yang dibaca, tidak bisa gembira ketika al-Quran yang dibaca bercerita tentang surga dan tidak bisa sedih ketika al-Quran yang sedang dibaca bercerita tentang murka dan adzab Allah Ta’ala.
Dua hal terjadi karena belenggu dosa yang demikian kuat mencengkeram hati.
Banyak dari kita menangis bukan karena terkenang dosa namun malah karena teringat hutang, kehilangan uang, lamaran nikah yang ditolak dll.
Kita selayaknya menangis karena tidak bisa menangisi dosa-dosa kita.
Banyak dari kita yang emosinya demikian larut karena novel cinta cinta, sinetron atau film namun tidak bisa larut dengan bacaan al-Quran yang kita baca.
Sungguh kita adalah orang yang lebih patut dikasihani dibandingkan orang fakir miskin, orang yang kesusahan untuk makan, kesulitan untuk bisa memakai pakaian yang layak dll.
Mereka ini patut dikasihani karena problem fisik dan dunia sedangkan kita patut dikasihani karena problem hati dan akhirat.
Hanya kepada Allah Ta’ala kita mengadu.
Semoga Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa penulis dan semua pembaca tulisan ini. Aamiin.
Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.